Kisah Perjalanan Bisnis Theodore Rachmat

Dalam daftar pengusaha Indonesia, terdapat banyak nama yang memiliki pengalaman unik dalam menjalankan bisnis. Salah satunya adalah Theodore Rachmat yang memulai bisnisnya justru saat usianya beranjak 55 tahun. Baginya tidak ada kata terlambat, karena entrepreneur memang bukanlah sebuah profesi, melainkan lebih merupakan spirit berdikari. Tidak ada istilah terlalu tua untuk memulai sesuatu, karena manusia tak bisa berhenti bermimpi.
Nama Theodore Permadi Rachmat (TPR) tidak bisa dilepaskan dari perkembangan Grup Astra. Awalnya, memang ia diberi kesempatan oleh pamannya William Soeryadjaya untuk ikut membantu mengelola anak-anak perusahaan milik pamannya tersebut.
Images Credit
Pada awalnya, ia bersama dengan kakaknya Benecditus Purwanto Rachmat sempat mendirikan sebuah perusahaan konstruksi PT Porta Nigra pada tahun 1970.  Magang di perusahaan Gevehe B, Belanda. Setahun kemudian dia lalu pindah menjadi salesman alat-alat berat Allis Chalmers Astra. Di tahun 1972 diangkat  menjadi direktur pada PT Astra Honda Motor (dahulu PT Federal Motor – perakit sepeda motor Honda). Ini awal kiprahnya di Grup Astra. Sejak tahun 1984, diangkat menjadi presiden direktur di PT Astra International. Hingga pertengahan 1998, ia masih menjabat, kendati keluarga William Soeryadjaya sudah tidak aktif lagi di perusahaan tersebut. Sempat istirahat selama dua tahun, sebelum dipercayakan kembali memimpin perusahaan otomotif terbesar di Indonesia.
Selama berkiprah di Grup Astra, ia tidak hanya menjadi profesional semata. Salah satu dari pamannya adalah juga ikut memberi kesempatan untuk turut serta menjadi pemilik di anak-anak perusahaannya. Porsinya memang tidak besar, yaitu sekitar 5 %. “Pemberian” ini tidak hanya diberikan kepada Theodore Permadi Rachmat yang masih terkait keluarga sebagai keponakan, tapi juga kepada profesional lain seperti Benny Subianto, Hagianto Kumala, Subagio Wiryoatmodjo, dan lain-lain.
Melalui pola ini pulalah, sejak tahun 1972, TPR telah memiliki andil 1 % pada perusahaan kontruksi PT Surya Semesta Internusa Tbk. Setahun kemudian ikut mendirikan PT Windu Tri Nusantara, sebuah perusahaan investasi, yang pada perkembangannya melakukan penyertaan pada  5 anak perusahaan (PT Mutiara Samudera Lines, PT Kayaba Indonesia, PT Traktor Nusantara, PT Sinar Abadi Cemerlang dan PT Cipta Piranti Tehnik). Ikut andil 2 % pada PT Sunrise Garden, pengembang perumahan Sunrise Garden di Jakarta Barat, 1,5 % di perusahaan HPH PT Emporium Lumber (nantinya dimerger ke dalam PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk, yang ikut dimiliki selama 17 tahun sejak 1980 hingga 1997) dan tercatat sebagai pendiri, andil 10 % bersama ketiga pamannya (William Soeryadjaya, almarhum Tjia Kian Tie dan Benyamin Arman Suriadjaya) dan almarhum Masagung pada PT Inter Delta Tbk, perusahaan peralatan foto merek Kodak.
Pengembangan bisnisnya dilakukan melalui dua bentuk, yaitu melalui perusahaan induk dan pribadi. Perusahaan induk pertamanya adalah PT Triple A Jaya yang dia dirikan bersama dengan istrinya Like Rani Imanto pada tahun 1979. Sehingga nantinya tidak hanya unit usaha ini yang berfungsi sebagai perusahaan induk. Lima belas tahun kemudian, mereka menambah lagi dengan sebuah unit usaha yaitu PT Trikirana Investindo Prima. Sedangkan yang kedua adalah investasi mereka secara pribadi.
Sebenarnya, pembentukan PT Triple A Jaya pada awalnya bertujuan untuk mewakili kepemilikannya, yaitu secara khusus pada unit-uinit usaha yang dibentuk di bawah bendera Grup Astra. Sejak 1982 hingga 1997 terkait pada pendirian 2  perusahaan dan akuisisi 17 perusahaan. Beberapa perusahaan di antaranya adalah perusahaan investasi seperti pada PT Pandu Dian Pertiwi (dilepas pada tahun 1996), PT Kelana Bina Persada (5 %), PT Suryaraya Serasi (2,5 %), PT Mitracorp Pacific Nusantara (memiliki 7 anak perusahahaan sebelum nantinya dimergerkan ke dalam PT Astra Graphia Tbk dan dibubarkan pada  tahun 2003, lihat tabel kronologis),  PT Suryaraya Idaman (induk tiga  perusahaan perhotelan di Yogyakarta) dan PT Astra Otoparts Tbk.
Perusahaan lain yang terkait dengan PT Triple A Jaya adalah PT Aneka Komkar Utama (pabrik sarung tangan karet di Tangerang),  PT Suryaraya Wahana (akan membangun pabrik pulp di Kalimantan Timur), PT Concretindo Rejeki (pabrik readymix concrete di Cirebon), PT Inkoasku (pabrik wheel rim di Jakarta), dan lalin-lain. Seluruhnya melalui PT Triple A Jaya (anak dan cucu perusahaan) ada 19 perusahaan anak dan 21 perusahaan cucu. Tidak semua eksis dan dimilikinya sekarang. Tercatat ada 10 perusahaan yang didivestasi, 3 perusahaan dimergerkan dan 8 perusahaan dilikuidasi.
Pada awalnya, investasinya secara pribadi juga dilakukan pada unit-unit usaha Astra. Tapi pada akhirnya juga ikut dilakukan dengan mitra lainnya yang berasal dari non kedua kelompok. Ini mulai dilakukan pada 1987. Ketika itu bermitra dengan Lodewijk Johannes Henry Eman (keluarga F.H. Eman yang memiliki kelompok usaha Udatinda) membentuk PT Pakoakuina untuk memproduksi wheel rim. Dengan keluarga ini, ia memiliki pula kerja sama pada 2 pabrik komponen otomotif yaitu PT Inkoasku dan PT Palingda Nasional.
Setahun setelah itu ia masuk ke industri pengolahan kayu dengan membentuk PT Nusaframia, dengan menjalin kerjasama dengan Dick Arief Gandaatmadja. Dua tahun berikutnya melakukan kerja sama dengan Sae Chang Moolsan Co. Ltd. membentuk PT Saechang Ceramics Indonesia yang memproduksi keramik. Bersamaan ini, ia masuk pula ke bisnis eceran dengan memakai pola waralaba. Dua  unit usaha di sektor ini adalah PT Karabha Unggul dan PT Suryaraya Mantaputama. Yang pertama menggandeng Makro untuk mendirikan pusat perkulakan, sedang yang kedua dengan Yaohan untuk bisnis departemen store. Perkulakan Makro dan Departemen Store Yaohan telah didivestasi kepemilikannya sejak 1995.
Sementara itu, investasi pribadi yang dikelola oleh istrinya, Like Rani Imanto lebih banyak bertindak mewakili kepentingan TPR. Tercatat pertama kali dilakukan pada tahun 1974 dengan mendirikan perusahaan investasi PT Delta Exim yang setahun kemudian mendirikan perusahaan kontruksi PT Delta Sarana Indonesia. Tercatat seluruhnya ada 14 perusahaan yang pendirian dan penyertaan awalnya terkait dengannya. Tujuh perusahaan perkebunan kelapa sawit (PTTunggal Perkasa Plantations, PT Sari Aditya Loka, PT Karya Tanah Subur, PT Sari Lembah Subur, PT Sankawangi, PT Sukses Tani Nusasubur dan PT Suryaraya Bahtera telah dilepas ke PT Astra Agro Lestari Tbk. Kini tersisa 4 perusahaan yaitu PT Catur Reksadaya (dagang), PT Djambi Waras (perkebunan karet), PT Purna Carmatama (sepatu olahraga) dan PT Brahma Binabakti (crumb rubber).
Pasca krisis pun belum terlihat banyak usaha yang didirikan oleh TPR dan anggota keluarganya. Melalui PT Trikarana Investindo Prima ada dua perusahaan yaitu PT Mejisinar Kasih dan PT Pesona Khatulistiwa Nusantara. Istri dan anak sulungnya (Christian Ariano Rachmat) mendirikan perusahaan dealer dan bengkel mobil PT Oto Karya Prima di Bandung. TPR terlibat pada 3 perusahaan yaitu PT Intanco Precision Tools (dies & mould component), PT Tanjung Sawit Nusantara (perkebunan kelapa sawit) dan PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (multi finance). 
Tak cukup sampai disitu, yang terakhir adalah ia mendirikan perusahaan multi finance yang didirikan oleh almarhum ayahnya, Raphael Adi Rachmat. TPR mengambil alih 90 % sahamnya pada pertengahan tahun 2003, sebelum akhirnya dilepas kembali kepada PT Bank Danamon Indonesia Tbk.
Kalau dilihat sebenarnya porsi kepemilikannya pada sekian banyak perusahaan rata-rata relatif kecil, atau hanya sekedar ikutan. Tapi ini sebenarnya menguntungkan dirinya. Dengan proporsi kepemilikannya yang kecil, di kala mendapat musibah, ia relatif tidak terdampak. Dan yang terakhir adalah gain yang dipastikan diperoleh sangat besar dalam penjualan PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk.
Teddy adalah sosok yang ulet berbisnis dan juga sosok pembelajar. Termasuk belajar tentang kehidupan. Teddy pernah menyitir ungkapan filsuf Romawi Lucius Seneca (4 SM–65 M) “As long as you live, keep learning how to live”. Menurutnya, langkah dalam pembelajaran tentu saja harus dilakukan dengan strategi dan eksekusi yang baik.
“Apabila strategi adalah doing the right things, eksekusi adalah doing things right. Banyak variabel untuk menggerakkan laju bisnis. Paling tidak dimulai dari mengikuti ke mana tren bisnis sedang bergerak. Namun, jangan lupakan kunci sumber daya manusia. Pegawai sebagai SDM harus benar-benar pilihan.” Demikian nasehatnya.
Sumber:
http://wartaekonomi.co.id/berita6969/kisah-teddy-tp-rachmat-memetik-bibit-keberhasilan.html
http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2014/03/09/10-hikmah-kekayaan-teddy-rachmat-638059.html
http://girolla.wordpress.com/2008/03/15/theodore-permadi-rachmat-triple-a-jaya/

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *